TANGGAPAN TENTANG
TEORI PERTENGAHAN ARISTOTELES:
“Yang baik adalah yang berada di tengah-tengah... “
1. DEFINISI TEORI
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada
bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan
konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta
yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta . Selain itu,
berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara
"sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal
ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki
potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian
matematika.
Dalam ilmu pengetahuan,
teori dalam ilmu pengetahuan berarti
model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena
sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode
ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan,
dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian
di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu
model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan).
Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas
kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.
Istilah teoritis dapat digunakan untuk
menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah
terobservasi. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam
dikategorikan sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum
tetapi belum pernah teramati di alam.
Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah
teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti
lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena
definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi
teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.
2. Konsep Baik
dan Buruk
a. Pengertian
Ilustrasi: sesuatu misalnya A dianggap baik oleh si B
karena si B memperoleh keuntungan atau manfaat dengan adanya A tersebut
sedangkan si C merasa bahwa A itu buruk karena si C tidak merasakan manfaat
atau bahkan dirugikan dengan adanya A itu. Dari contoh tersebut, jelaslah bahwa
terdapat perbedaan penilaian terhadap satu objek yang sama karena keduanya
memiliki pandangan dan kepentingan yang berbeda. Tetapi diantara perbedaan itu
juga terdapat persamaan yaitu keduanya sama-sama menilai A dari perihal manfaat
keberadaan A terhadap keduanya. Ilustrasi diatas menggambarkan bahwa
pendefinisian baik dan buruk bersifat
subjektif dan relatif.
Walaupun demikian, secara garis besar Baik dan Buruk
dapat didefinisikan. “Baik” didefinisikan sebagai sesuatu yang sudah mencapai
kesempurnaan, memiliki nilai kebenaran/ yang diharapkan, dan yang berhubungan
dengan luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia. Sedangkan
pengertian buruk merupakan kebalikan dari pengertian “baik”.
b. Penentuan Baik dan Buruk
Penentuan baik dan buruk berdasarkan beberapa hal,
yaitu:
1. Berdasarkan
adat istiadat masyarakat (aliran sosialisme).
2. Berdasarkan
akal manusia (hedonisme)
3. Berdasarkan
intuisi (humanisme)
4. Berdasarkan
kegunaan (utilitarianisme)
5. Berdasarkan
agama (religiousisme)
c. Konsep baik dalam agama Islam
Dalam agama Islam baik didefinisikan sebagai:
1. Hasanah; sesuatu yang disukai atau
dipandang baik (QS. 16: 125, 28: 84)
2. Tayyibah; sesuatu yang memberikan kelezatan
kepada panca indera dan jiwa (QS. 2: 57).
3. Khair; sesuatu yang baik menurut umat
manusia (QS. 2: 158).
4. Mahmudah; sesuatu yang utama akibat
melaksanakan sesuatu yang disukai Allah (QS. 17: 79).
5. Karimah; perbuatan terpuji yang ditampakkan
dalam kehidupan sehari-hari (QS. 17: 23).
6. Birr; upaya memperbanyak perbuatan baik
(QS. 2: 177).
3. TEORI-TEORI
ARISTOTELES TENTANG KEBAIKAN(394-322 SM)
Aristoteles mengemukakan beberapa teori yang
berhubungan dengan konsep “Baik dan Buruk”, diantaranya adalah:
a. Causa finalis: “Yang baik adalah apa yang secara
kodrati menjadi arah tujuan akhir adanya sesuatu.”;
b. Eudaimonia: “Yang baik yang menjadi tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan atau
kesejahteraan.”;
c. Mesotes (Teori Pertengahan): “Hidup yang baik itu merupakan kegiatan yang diatur oleh akal budi sesuai dengan prinsip
kebijaksanaan jalan tengah (“the rule of the just middle”), yakni menghindarkan ekstrem
terlalu banyak di satu pihak dan ekstrem terlalu kurang di lain pihak.”.
Dari beberapa teori diatas dapat ditarik inti
pemahaman yaitu bahwa yang baik adalah yang berada di tengah-tengah, tujuan
akhir manusia adalah kebahagiaan, untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan
menggunakan ilmu pengetahuan.
4. TANGGAPAN DAN KRITIKAN TERHADAP TEORI ARISTOTELES
Teori Aristoteles tersebut mendapat beberapa kritikan
salah satunya yaitu menyebutkan bahwa teori-teori tersebut (Causa finalis
dan eudaimonia) bersifat egoistik dan duniawi, karena menjadikan
kebahagiaan diri sendiri sebagai tujuan hidup adalah suatu kebaikan.
Mulanya saya (penulis) memiliki 2 hipotesis tentang
teori mesotes (kebenaran yang selalu berada dipertengahan) yang dikemukakan
Aristoteles.
Pertama, saya membenarkan teori tersebut karena fakta yang
terjadi adalah yang baik itu berada di antara (tengah-tengah) dua hal yang
buruk, yaitu “terlalu” dan “kurang”. Contohnya, sifat dermawan berada di antara
sifat boros dan kikir. Selain itu juga terdapat didalam kitab suci Al-Qur’an
yang menerangkan tentang kebaikan berada pada pertengahannya QS.Al-Maidah ayat
66 :” Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat
dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya
mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara
mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang
dikerjakan oleh kebanyakan mereka.”. Di dalam Al-Qur’an, kata “pertengahan”
ditafsirkan sebagai orang yang berlaku jujur, lurus dan tidak menyimpang dari
kebaikan.
Kedua, teori suatu kebaikan berada pada pertengahan hanyalah
suatu kebetulan. Seperti contoh pertengahan antara kikir dan boros misalnya
yaitu dermawan yang merupakan sifat baik dan pertengahan antara pengecut dan
kenekadan yaitu keberanian, hanyalah suatu kebetulan sifat kebaikan tersebut
berada ditengah-tengah. Tetapi ada kebaikan yang tidak terletak diantara dua
hal yang buruk contohnya sehat dan iman (keyakinan terhadap Allah). Tidak ada
kondisi diatas atau lebih dari sehat yang ada hanya sakit, begitu juga dengan
iman. Bahkan “keadilan” pun tidak selalu berada seimbang antara dua sisi atau
membagi dua sama rata. Adakalanya kita harus condong kepada sisi lain untuk
berbuat adil. Adapun tentang QS. Al-Maidah ayat 66, diayat tersebut pertengahan
dalam bahasa arab ditulis dengan menggunakan kata muqtashidatun berasal
dari kata iqtashada yang dalam kamus bahasa arab berarti hemat /tidak
boros dan tidak bakhil (kikir) bukan menggunakan kata ausathiha atau wasathun
yang berarti tengah /pertengahan. Ini memberikan gambaran bahwa kebaikan tidak
mutlak berada pada pertengahan tetapi hanya untuk kondisi tertentu saja.
Dari dua hipotesis tadi saya terpacu untuk mempelajari
tentang teori kebaikan menurut Aristoteles dan memberikan kesimpulan yang tepat
dari kedua hipotesis tersebut.
Setelah mempelajari tentang teori aristoteles ini
yaitu dengan membaca, mendengar dan menelaah. Maka saya menarik suatu
kesimpulan dari kedua hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya. Dan
kesimpulannya yaitu: Teori Aristoteles ini (mesotes) dibenarkan tidak
lain jika kebaikan tersebut berada pada satu kondisi diantara dua keburukan
yaitu terlalu dan kurang.
Jadi kebaikan adalah suatu kondisi yang berada pada
pertengahan diantara dua keburukan, bukan diantara kebaikan dan keburukan dan bukan
diantara dua kebaikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/
http://adab.uin-suka.ac.id/
http://forumkuliah.wordpress.com/
Abu Hasan
Al-Atsary, 2006. Software Kamus Al-Mufid version 1.0
Al-Qur’an Digital 2.1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar